anjing itu menggongong kucing liar
kucing liar mengkais sisa-sisa makanan
sisa-sisa itu mereka buang di lobang sampah
sampah itu diacak-acak para pemulung
pemulung itu menghisap kretek walau perbatang
kretek itu dibuang pada selokan hitam butek
selokan itu berisi air teramat bau
bau terbawa angin menyerap padaku
dan aku masih saja duduk di sini memandang anjing itu menggonggong
sama sekali tidak mengerti apakah aku atau kucing liar itu yang digonggong
sebab bauku dan bau kucing tidak berjarak jauh
sama-sama kami mengkais sisa-sisa makanan
hanya saja aku terlalu ego untuk mengkaisnya di tempat sampah
maka aku coba mengkaisnya di tempat orang-orang berkemeja
dan aku salah...
tempat ini tidak berbeda dengan tempat dimana kucing itu berada
sebab itu anjing masih saja menggonggong
04/05/10
Penyesalan
jikapun waktu menggeliat pada peredaran
seharusnya mata tak lagi melihat
tak lagi lempang jalan tersamar dunia tiada ufuk
hanya terkesiap pada jejak-jejak camar
menoleh teramat sulit ke depan
sebab bayang-bayang yang kutitip pada malam jauh tertinggal di belakang
juga terasa jiwa membentuk lekuk berisi umpatan
seperti sengaja untuk menyisakan ragam karena
bisik-bisik hari pada kicau burung bukan lagi kendala
sebab kemarin telah melepuh pundak hingga bengkak
tulang-tulang membesar selayaknya keakuan
tidak ingin lagi kalah pada waktu
juga merasa tidak semerta menang padanya
maka aromanya kuhirup saja dalam nafas
dan bila waktu tidak mengerti,
akan kuterjemahkan seketika
setengah bergidik menyeret benak tengok belakang
ada pesan-pesan kutitip pada kembang basi
ada janji-janji kusimpan pada belatung
ada harapan termuntahkan sampah persis di tepi comberan
ada sesal seketika menampar muka telak sampai terjungkal ke ceruk jantung
keakuan tersangkut pada ranting rapuh
yang kudengar semalam patah karena angkuh
sebongkah berat kasat mata sungkur jiwa, mati rasa
seandai bisa bikin ganti ini nyawa, aku selesa
seharusnya mata tak lagi melihat
tak lagi lempang jalan tersamar dunia tiada ufuk
hanya terkesiap pada jejak-jejak camar
menoleh teramat sulit ke depan
sebab bayang-bayang yang kutitip pada malam jauh tertinggal di belakang
juga terasa jiwa membentuk lekuk berisi umpatan
seperti sengaja untuk menyisakan ragam karena
bisik-bisik hari pada kicau burung bukan lagi kendala
sebab kemarin telah melepuh pundak hingga bengkak
tulang-tulang membesar selayaknya keakuan
tidak ingin lagi kalah pada waktu
juga merasa tidak semerta menang padanya
maka aromanya kuhirup saja dalam nafas
dan bila waktu tidak mengerti,
akan kuterjemahkan seketika
setengah bergidik menyeret benak tengok belakang
ada pesan-pesan kutitip pada kembang basi
ada janji-janji kusimpan pada belatung
ada harapan termuntahkan sampah persis di tepi comberan
ada sesal seketika menampar muka telak sampai terjungkal ke ceruk jantung
keakuan tersangkut pada ranting rapuh
yang kudengar semalam patah karena angkuh
sebongkah berat kasat mata sungkur jiwa, mati rasa
seandai bisa bikin ganti ini nyawa, aku selesa
Bilang Saja Aku Binatang Kalau Kau Mau
speciesku punah!
seperti hentakan tegang tinggi
terlanjak pada dawaidawai
partikelpartikel penerang bumi
lamatlamat meresap getar
ketar pada jiwa
aku manusia
matalamat mati
speciesku punah
aku nikmat tampar angin
aku sedang malu pada binatang...
maka bilang saja aku binatang kalau kau mau
seperti hentakan tegang tinggi
terlanjak pada dawaidawai
partikelpartikel penerang bumi
lamatlamat meresap getar
ketar pada jiwa
aku manusia
matalamat mati
speciesku punah
aku nikmat tampar angin
aku sedang malu pada binatang...
maka bilang saja aku binatang kalau kau mau
Langganan:
Postingan (Atom)