05/07/10

Poenale Sanctie

ada tubuh kurus menelingkup tembakau kering
kedua tangannya terikat jerat
di belakang mandormandor muka berang
dengan cemeti di tangan
meliukliuk membentuk kurva tajam

cemeti mengiris kulit, menulis tulang
ada jerit mendaki bukit
pecah langit
kuat hingga tak mungkin ada kuat lain
lalu mati jadi teman

note:
mengingat para buruh tembakau deli pada pemerintahan kolonial Belanda

Jika Sajak Bicara

jika sajak bicara,
ia bicara tentang rahasia
rahasia tak seharusnya terbuka
ia bicara seperti tahu tapi tidak
ia bicara meledakledak, melebihlebih;
ada bebek naik sepeda
ada mayat jalan di taman
ada kucing pakai celana
ada nyamuk mandi di kolam

jika sajak bicara,
ia bicara berputarputar tujuh putaran
ia akan membelitbelit arti
tak terdapat makna sepakat
ia bicara bahasa aneh, berputar seperti gasing;
ada Superman beli sepeda
sepeda dipinjam sama Batman
Batman main ke rumah Luna
Ops...Luna kini ada masalah

jika sajak bicara,
aku kau singgah sekejap ke alam ghaib
tanya pada pokok secuil makna

jika sajak singgah ke pasar,
orangorang berduyun-gayun membelinya
tak peduli hujan, sebab sajak sedang bicara

jika sajak singgah ke seminar,
orangorang manggutmanggut seperti ayunan
tak peduli salah, sebab hidup sudah terlalu salah

jika sajak singgah ke makam,
orangorang meraung-gerung dari jantung paling palung
tak peduli siapa, sebab sajak kata kita segala mati

jika sajak singgah ke dewan,
orangorang terpana-nanar bernanahnanah
tak peduli bangsat, sebab jalan sudah lama tersesat

jika sajak singgah ke cinta,
orangorang bertekuk-ringkuk dalam kaca tipis romansa
tak peduli siapa, sebab sepi mendendam jiwa

ketika sajak mati, maka matilah mati

Cuman Bayang

dengarkan siulan malam di ujung jurang
ketika sepi menyahut lirih
pekat tak lagi lekat pada cadarcadar malam
ia sebentuk biasa menjadi awam

pada jurang sepi;
ada lubang rasa menganga pada biasa nan awam
ada ilalang panjang pada lubang rasa nan kelam
ada duriduri mewanti pada ilalang panjang nan agam
ada tajamtajam merajam pada duriduri mewanti anti

lihatlah! bila kau sememang lihat
ada dua lutung menggelantung kejar-kejaran
mereka tertimpa purnama

lutung pertama;
hitam pudar, depan teman
ia menari geratih berteriak abrak

lutung kedua;
hitam legam, belakang teman
ia menari kejar teman cuman bayang
ini lutung seketika mati
ketika purnama enjak bumi

di ujung malam, di dalam jurang
sepi
setidaknya lutung tidak sendiri menggelantung
masih ada bayang garang di belakang
merayap senyap

Di Ujung Jalan

sudah selesai sela itu selesai sudah
paku-paku bergeletakan
batu-batu bergelimpangan
sudah selesai...

selesai sudah selang seling rasa sudah
bising-busung menggelegar
riuh-puyuh menggelepar
selesai sudah...

matahari garang-girang serang sudah
bakar bayang mentah-muntah hilang entah

mercusuar berdiri julang
tantang tentang sengatan badai
mercusuar berdiri jelang
tentang tantang kesinambungan lalai

sudah selesai sudah...
mercusuar tiada guna telah
tegak merusak mata
baring tiada kisah
lari tak berkuasa
langkah tanpa mata
sebab selesai sudah selesai sela itu selesai sudah

mercusuar jatuh ke jurang
sepi

07/06/10

Species yang Punah

ada sedikit rasa terlepas dari sela-sela ibu jari
ini rasa tidak tumpah pada nyata
dia mengalir sekedar melantun pada mulut bicara

tentang beribu-ribu hektar hutan belantara konon megap tanpa nafas
tergerus meratap atas nama peradaban
tuan meracau pada boneka-boneka pasir
tentang pentingnya kematian terselubung atas nama kemunafikan

juga tentang ketakutan atas pembusukan ketamakan
pewajaran keserakahan
pelumrahan keegoisan
dan telah sekian lama tersimpan di lemari makan tepat di atas kepala orang terkasih

juga tentang penindasan terlegitimasi
kepiawaian para hipokrit dengan membanggakan hukum katak.
melompat-lompat
menyambar-nyambar
juga berlendir
seketika menghilang di tepi-tepi air tawar pada sela-sela ranting patah

juga tentang generasi hilang yang tidak mengerti lagi arti sebuah arti,
makna sebuah makna
rasa sebuah rasa
individualisme menjadi begitu perkasanya
angkuh menjadi semboyan yang digembar-gemborkan media massa

juga tentang cinta yang menyempit makna
menjadi antara kau dan aku
aku juga kau
kau aku satu
tidak pada mereka
tidak pada alam
tidak pada angin yang terhirup bergalon-bergalon sejak keluar dari rahim ibu.
bahkan juga tidak padaNya.

bukankah pernah kuceritakan padamu tentang species yang punah?
yang harus malu pada fauna
yang menjadi raja setelah dinosaurus tiada

aku pernah bangga menjadi manusia
dulu, pada suatu masa...

Manusia di atas Manusia

manusia di atas manusia
udara apak, terkepung tembok jalang menjulang
bocah-bocah main bola
disaksikan panser serdadu marah

ketika itu...
manusia di atas manusia

bocah tak mau pulang
listrik tiarap, terkepung tembok jalang menjulang
bola ditendang baik-baik
sebab cedera, obat tiada
serdadu marah

ketika itu...
manusia di atas manusia

tiga bocah
lima meter jarak
serdadu marah
ada konfrontasi bisu di sana
tentang manusia di atas manusia

hei! lihat...
ada harapan naik kapal
bocah-bocah tertawa terbahak-bahak;
ada yang menari melompat-lompat
ada yang berlari-lari, kasut bola tinggal satu
ada yang panjat pohon, belalak mata

tapi serdadu marah

beberapa harapan ditembak seketika
bocah menari, tunduk kepala
bocah berlari, berkaca-kaca
bocah panjat pohon, jatuh ranting patah

ketika itu....
manusia di atas manusia
lalu dunia mengutuk, angin-angin memaki
udara menghardik, langit jijik
bukan pada serdadu, tapi pada bocah-bocah main bola

sebab mereka main bola...

Perspektif pada Jiwa

ada irama menari di jiwa terselubung kabut
irama bernyanyi di segenap raga
semerta tumpah dalam alunan orkestra klasik melankolis
gerak bergerak dalam kristal tipis dimana liukan-liukan tampak angkuh
irama berdansa mengundang jiwa
mari kemari tari bersama

di sisi lain...
ada jeritan tersamar di jiwa terselubung selimut
jeritan meracau-racau pada isi kepala
membatu dengan keras sekeras-kerasnya
jeritan menjahit udara dengan udara,
menyulam angin dengan angin
ini jeritan menulikan jiwa seperti manusia menulikan angin

di persimpangan...
irama dan jeritan berhadap-hadapan
mereka beradu berpandang-pandangan,
selang seling saling bersilangan
debat mendebat
bantah membantah
hardik menghardik
irama mewarna jiwa, jeritan lantas pecah karsa

ketika itu...
pepohonan masih tampak jauh
kuseret kaki menuju rindangnya
sampai, kubersandar pada batang kokoh namun tua
duduk menatap kawanan murai dan individualisme elang melalu-lalang

Oh...jiwa, jadilah mercusuar
tegaklah usah beranjak
berdiri kokoh menantang angin dan badai
jadilah petunjuk pada pelayar malam

Oh...jiwa, peluklah malam redakan jeritan
biarlah irama menari sesuka-sukanya meski hujan jelang menjelang
walau basah bumi merebah merunduk malu
biarkan ia telanjang dalam kesunyian

Kenapa Aku Menulis

peracauan ini urung juga ketika malu teriak kuat bicara
maka segala terbingkai kata
sirat rasa surat eja ganti bicara
seakan enggan teriak lantang aku jalang
nanti dunia belam aku
nanti kekasih kecam aku
nanti bunga melayar berpadu
mati aku nanti

hentak-hentak hendak beranjak
pada kata tabir rasa tabur jiwa

suaraku hilang!
tercecer celah-celah mereka cecar aku
seketika hening aku menyepi
seketika denting beronak dihati
seketika miring otak segala racau penuh seluruh
mati aku seketika mati

ledak-ledak suaraku serak
pada kata tabir jiwa tabur rasa

aku sisa aksara tanpa perlu peluru hadap
aku rangkum dalam corak gejolak aneh
kutelanjangi makna bila aku mau kau tahu
kuselimuti segera bila telanjang bikin aku malu
sebab aku angkuh
sebab aku mau
sebab aku ragu
mati aku sebab itu

sudah, sampai di sini saja aku meracau
kini terpulang pada kau...

untuk sementara ini, aku mati dulu

Aku yang Membunuhmu

maafkan aku telah membunuhmu
ini bukan aku punya mau tapi danau telah kering
ketika mulai kau tampar aku dengan kelaminmu
bahkan burung-burung hantu petapa gua tepi danau
berhambur ke darat dimana kau bersangkar

maafkan aku telah membunuhmu
seandai kau tahu pisau tumpul kuguna untukmu
telah kucoba dulu padaku,
mungkin kau terima aku bilang maaf

dan nanti ketika kau jumpa percik darah melekat pada mata pisau
jangan dihapus
jangan disentuh
biarkan saja
sebab itu darah
darah pada ceruk jantungku

dan pernah aku berbisik lantang di jidatmu
tentang indah danau dan sejuk sajak sepoi sejak itu
ketika nyaris mati aku tenggelam
hanyut pada samudera di kedua matamu
terlelap dalam teduh tatap itu
dan berkata di depan ular sebagai saksi
tentang perempuan terindah di dunia
aku berdusta!
sebab kini aku takut kau takut aku takut
menjadi corak desah pada setiap malam bulan purnama
maka aku membunuhmu

maafkan aku telah membunuhmu
dan menguburkanmu di pemakaman sejarah
dengan batu nisan tertulis darah
agar aku bisa hidup kembali
dan lagi tidak membunuh lainnya.

Beluntas Akal

Bicaralah malam,
pada beluntas akal yang tertidur
sebab tak lagi mendengar
derit jerit terlempar
di ruang masa tanpa alur

Vide

ada satu cerita
cerita kosong
ada puluhan bab
bab kosong
ada sub-sub bagian
bagian kosong

cerita selesai,
tampak darah pada titik penutup

Parodi

wanita muda
tertawa jenaka
bicara cinta

berikan kembang ini pada dunia;
dunia datang
wanita muda cepat terbang

kini...
wanita muda, mati muda...

Matahariku Menjadi Malam

ketika matahari garang aku berang
aku girang ketika matahariku datang
ketika malam datang aku girang
aku girang sebab matahariku datang
tapi kini aku berang ketika malam datang
sebab matahariku menjadi malam
dan aku buta...

04/05/10

Anjing, Kucing dan Aku

anjing itu menggongong kucing liar
kucing liar mengkais sisa-sisa makanan
sisa-sisa itu mereka buang di lobang sampah
sampah itu diacak-acak para pemulung
pemulung itu menghisap kretek walau perbatang
kretek itu dibuang pada selokan hitam butek
selokan itu berisi air teramat bau
bau terbawa angin menyerap padaku
dan aku masih saja duduk di sini memandang anjing itu menggonggong
sama sekali tidak mengerti apakah aku atau kucing liar itu yang digonggong
sebab bauku dan bau kucing tidak berjarak jauh
sama-sama kami mengkais sisa-sisa makanan
hanya saja aku terlalu ego untuk mengkaisnya di tempat sampah
maka aku coba mengkaisnya di tempat orang-orang berkemeja

dan aku salah...
tempat ini tidak berbeda dengan tempat dimana kucing itu berada
sebab itu anjing masih saja menggonggong

Penyesalan

jikapun waktu menggeliat pada peredaran
seharusnya mata tak lagi melihat
tak lagi lempang jalan tersamar dunia tiada ufuk
hanya terkesiap pada jejak-jejak camar

menoleh teramat sulit ke depan
sebab bayang-bayang yang kutitip pada malam jauh tertinggal di belakang

juga terasa jiwa membentuk lekuk berisi umpatan
seperti sengaja untuk menyisakan ragam karena

bisik-bisik hari pada kicau burung bukan lagi kendala
sebab kemarin telah melepuh pundak hingga bengkak
tulang-tulang membesar selayaknya keakuan

tidak ingin lagi kalah pada waktu
juga merasa tidak semerta menang padanya
maka aromanya kuhirup saja dalam nafas
dan bila waktu tidak mengerti,
akan kuterjemahkan seketika

setengah bergidik menyeret benak tengok belakang
ada pesan-pesan kutitip pada kembang basi
ada janji-janji kusimpan pada belatung
ada harapan termuntahkan sampah persis di tepi comberan
ada sesal seketika menampar muka telak sampai terjungkal ke ceruk jantung

keakuan tersangkut pada ranting rapuh
yang kudengar semalam patah karena angkuh
sebongkah berat kasat mata sungkur jiwa, mati rasa
seandai bisa bikin ganti ini nyawa, aku selesa

Bilang Saja Aku Binatang Kalau Kau Mau

speciesku punah!
seperti hentakan tegang tinggi
terlanjak pada dawaidawai
partikelpartikel penerang bumi
lamatlamat meresap getar
ketar pada jiwa

aku manusia
matalamat mati
speciesku punah
aku nikmat tampar angin

aku sedang malu pada binatang...
maka bilang saja aku binatang kalau kau mau

12/04/10

Gumam Aneh

ada nyanyian pada isi kepala malam ini
seperti terus akan berjelaga
seperti kelam hutan di ujung malam
atau rumus tak pernah pecah

sepatut aku menjenguk hutan itu
segera setelah memecah ratusan rumus mampus
tapi aku masih di sini
berdiri tegak tak lagi beranjak
ini darah sudah menggelegak
andai pikir tak cepat menolak

ah, ku tarik pena berkarat telah pada ujung
ku maki kertas sampai tak punya ruang sisa
hampa ruang ini pengap
melintas sekilas sepoi sempat ku dekap

ku berteriak pada sebatang rokok
ku ajak dia bicara;
tentang malam
tentang hutan
tentang kelam
juga jelaga
dan rokok pergi bersama angin tinggal aku

aku lagi tak perduli
ku teriak pada rokok lain jadi pengganti
dan lelah dua puluh rokok telah
silih berganti menemani sudah
hanya untuk bicara;
tentang malam
tentang hutan
tentang kelam
juga jelaga

sialan!
terkadang ada nyamuk mampir menemani
juga ku ajak dia bicara;
tentang malam
tentang hutan
tentang kelam
juga jelaga

ah, tapi terlambat sebab sudah ku pukul dia cepat
dia berdarah
dia mati
dia terjepit antara telapak serta
aku punya kulit muka

ku meratap nyamuk tatap
seketika mendesah,
itu aku! ketika ini, pikirku...

08/04/10

Setakat Itu Saja

setakat ini air tetap mengalir menuju muara
setakat itu saja,
belumlah sampai ke lautan lepas
dia tersekat pada gumpalan sampah merata

dan air itu tidak lagi bening
dia berubahubah;
dari abuabu menjadi kuning
dari kuning terus ke hijau
dan kini hitam telah rebah melampau

orangorang berkitar di tepitepi muara
setakat itu saja,
tidak sampai hati menghirau
hanya sekedar sepotong gurau

aku adalah air itu,
terpenjara sampah sekitaran
berharap serangan hujan menyelamatkan keakanan

04/04/10

Tonase

ada tumpahan darah di geladak kapal
kecil seperti curah hujan yang mengukir pasir
banyak sebab rintik itu sememang jamak

para nakhoda mata tak tampak
sebab mereka tengah bermain di anjungan
merentang tangan umpama sayap
seperti romansa dalam titanic

para nakhoda lupa sekoci
mungkin juga lupa diri
sebab darah tak jua bersih

itu sekoci tinggal di pelabuhan kemarin
dimana mereka angkuh atas nama cupid

pernah aku juga ikut berlayar
mengarungi lautan diam dan kelam
ketika ombak besar memberi salam
badai dan petir melalu lalang
menghantam kompas ku bawa dengan hati
aku tenggelam di dasar samudera paling dalam
tak ada anjungan
tak ada geladak
apalagi sekoci

hanya diam, kelam dan hitam

Metanefros

mungkin kini metanefros
pengganti miris piranti nekrosis
sebab alkisah telah terampas
melaknat badan juga terhempas
cuma eritrosit pada tubuh lama memucat
tak tampak lagi hemoglobin bermain di sana
hanya beberapa urat tak berguna

31/03/10

Sesuatu

coba kau berikan aku sesuatu
pastinya juga akan ku berikan kau sesuatu
hingga kita lagi tak tahu apa itu sesuatu
sampai sesuatu telah menyatu menjadi sesuatu

dan sesuatu akan bicara
pada kita
pada cerita
pada kisah
mungkin juga parodi jenaka
yang kadang kurang akan sesuatu
juga pula merindukan sesuatu

sesuatu itu kau, sesuatu itu aku
sesuatu itu nada yang tidak kita temukan
dalam rangkaian komposisi lagu yang tengah kita buat

pernah sesuatu itu singgah
kemudian hilang kemana entah
tidak lama
sebentar saja
mati ketika kau menjahilinya
musnah ketika aku melupakannya
hilang seperti raibnya bunyi jangkrik ditelan riuh pawana

aku suka orang yang berani merindu sesuatu
tapi itu bukan aku sebab kini,
lagi tidak ku berani merindu sesuatu
meski sesuatu telah menyatu haru pada pembuluh

mungkin nanti, bukan kini...

29/03/10

Biarkan Hutan Bernafas Barang Sebentar

ini malam aku terbang sebentar naik sepatu roda
ku tembus dingin malam yang hinggap pada sela-sela ketiak
suara jangkrik, katak, burung hantu sahut menyahut
aku bergidik, mata mendelik, sebab kini sendiri di hutan
pepohon berserakan
ilalang menjulang
reranting tak bertepian
ini nyamuk juga kelewatan

ini hutan tampak sangar ini malam
tapi aneh...
sayup terdengar merisak-isak
ini hutan menangis-ringis
pepohon bergetar-ketar
reranting merunduk enggan mencaduk

"Jangan bunuh kami," suara itu terkepung isak

"Siapa?" tanyaku dengan lutut gemeletar, hampir saja aku terkapar

"Biarkan kami bernafas," suara itu memelas

"Maksudmu?" tanyaku pada hitam kelam malam di tengah hutan

"Biarkan kami bernafas sebagai ganti akan kami beri kalian nafas."

"Maksudmu?"

"Kalian perlu kami."

"Maksudmu?"

"Maksudmu, maksudmu, apa kau terlalu bodoh?!"

"Maksudmu?"

Gedubraak!!
tilamku tetiba hancur,
ku longok keluar jendela; banjir
ku tengok lagi ke samping; longsor
ku tengok ke atas, lampu bergetar; gempa

28/03/10

27/03/10

Jurang Sepi

pernah ku katakan padamu tentang sekerat mimpi yang dulu menjadi peratapan di pertemuan udara kita. mimpi yang membuatku lena di setiap waktu. mimpi tentang bintang dan bulan yang ingin ku hadiahkan padamu. tapi petaku jatuh di persimpangan tiga kemarin, di mana kita biasa berbicara pada rumput dan pepohonan. hingga kini aku tersesat pada jurang yang punya banyak ilalang berduri tumbuh liar di tepi-tepinya. sebenarnya telah ku coba mendapatkan peta lainnya tapi sepinya jurang merusak segala rencana. jurang ini terlalu diam dan kelam seakan dia enggan mengajariku bagaimana cara berbisik. hanya desir angin sekali sekala menemaniku dalam mereguk secangkir sepi. dan aku mulai terbiasa. aku mulai menikmati aroma sepi ini dengan sepotong hikmah pada pinggan yang mulai retak. ku teguk dan ku cicipi manisnya hingga ketika bahasa tubuhmu bilang padaku dengan angkuh bahwa kau telah mendapatkan bintang serta bulan daripada yang lain, aku tidak lagi peduli. sebab sepi ini sudah begitu menyatu pada luruh jantungku. kemudian aku buat rumah berbahan remuk, bercatkan darah di jurang yang diam dan kelam ini. untuk sementara ini, aku tidak peduli sebab aku terlalu betah.

24/03/10

Mereka Ada di Jalan

ketika jalan,
aku tidak mengerti apa niat tengah melekat
koar trotoar dihimpit muka-muka lusuh dengan musikalisasi tutup botol
menari pada kehidupan
menyanyikan segala kemuraman
mereka aku sama saja
cuma aku lahir puluhan tahun lebih dulu

ketika jalan,
aku tidak mengerti apa maksud tengah termaktub
orok menetek pada ibu muda yang tengah berperang dengan deru debu jalanan
susu sachetan dikoyak
air mineral dijejal
aku meroyak
ini ginjal jadi terganjal
aku benci teramat mudah
aku mudah teramat benci

ketika jalan,
aku pikir aku perlu menutup mata
biar mati aku punya rasa

SenyumMu

Berikan aku senyumMu
ketika di luar cukup berisik
hujan deras

Berikan aku senyumMu
ketika di dalam cukup mendersik
hati keras

salahku telah menyampah melewati batas sempadan itu
menjulang tinggi tak terlihat
menumpuk selaik bukit merah darah
aku malu...
padaMu
padaku
pada mereka
pada batu dan pasir yang berserakan di halaman

aku sebaik atau seburuk, Kau yang tahu
dengan bersimpuh dan bulirbulir menderai lerai
saja ku berharap,
Berikan aku sedikit senyumMu

Berikan aku senyumMu
ketika hati mendadak kosong
dan pikir tetiba mati
jiwa mulai terombang
menjelaga lalu gelap gulita
aku meringkik resah
remuk!

suara adzan terdengar!
baiklah, aku akan menghadapMu

13/03/10

Schizophrenia

seems kind and nice
with her mellow eyes
of the bird of dove
in the cloudy cove

seems beauty and grace
in her innocent face
of the girl of repent
of a thousand pretend

schizophrenia to schmooze
in the darkness moon
bite you like a bloody booze
carve you in the gravestone soon

when you slack, she stab
when you back, she grab
then here comes you are
in the dead area

Terhadap Budhie El-Gibran

ayo bangun!
ini bukan saatnya
terjerat serat
pada besi tua
yang berkarat keparat

ayo bangun!
ini bukan waktunya
terhempas ampas
pada bias tempias
yang makin meluas lepas

kau aku mereka sama saja
samasama manusia
biasa saja
bawa sayapmu,
aku bawa sayapku
Jangan meragu haru

dengar!
gemeletap langkah kaki
setan sayup terdengar
lalu berkoar hajar
kini usah peduli lagi
jangan lagi mati
jangan pernah lagi..

Seloka Cak Bala Pada Facebook

kelam malam sudah melampau
mata pula masih belalak
sedari pagi teguk kopi
alamat jaga sampai pagi
buka facebook hibur diri
banyak nampak dara berjaga
mungkin kopi jadi durjana
semua orang gundah gulana
ada kawan coba disalam
salam diberi tiada jawaban
coba cari kawan yang lain
ada bule' itupun jadi
tapi malang bukan kepalang
Inggris Bala tak beraturan
itu bule' sungguhlah kejam
pakai Inggris, Inggris pasaran
semua disingkat semacam bonsai
terpaksa jawab biar terjerembab
dijawab pakai bahasa hutan

Itu Aqsa Kami Punya Cerita

dentuman meraum
itu peluru tak bermata
tak bercanda
meretak jiwajiwa dan hati rintih
meradang kemudian meregang

aku jauh,
tapi ini getar bukan ketar

mata memandang
hati merintih
jiwa membara
tangan serta kaki terikat
mampuku cuma melihat

itu Aqsa kami punya cerita
dari Mu'awiyah menuju Ottoman
dari Isra' Mi'raj sampai nanti kemudian

dentuman itu cuma dentuman
takkan runtuh karena auman
tembak kami punya ikhwan
akan ada ikhwan lain penggantinya
hingga bergelung gulung andromeda
hingga meretak tetak ini bumi
meluapluap pada isinya
membuncahbuncah pada keraknya

itu Aqsa kami punya cerita
bukan kau zionis bedebah
jangan pernah mimpi
kami takkan kalah
walau cuma satu yang tersisa.,

Pada Rasa Bukan Tubuh

rintih menyelam
temaram bersandar
pendar pada kitar
penghantar alkisah resah desah

sebenarnya tak ingin ku lukis kisah ini
juga tak harap dekap di sini
sebab tak mampu meragu
tapi biarlah ini rangkai bicara
bahwa aku merindu
walau tidak tentang adamu
juga tidak tentang tubuhmu

alkisah pada parodi
rindu berkisar seperti bumi berputar
isi kepala di situ saja
diam saja
usah kemana
menari saja walau tanpa irama
siluet bentuk bayang
melesat berkelebatan
menggapai capai bayang tergerai
dingin
semu
ku peluk sajalah

bayu menyelinap
aku saja masih tiarap
ini rindu ribu menyerbu
serbu pembuluh coba membunuh

mungkin aku tak sekuat itu
seperti Gatot otot kawat tulang besi
sebab ini rindu, saja memburu
hingga di ambang
batasbatas tiada rentas

ah, ini cuma sajak pengusir rindu
pada rasa bukan tubuh

Perempuan Malam

dingin itu tidak mengganggu bahakmu.
meledak hentak begitu saja sesukanya.
meja di depan bergeleng minta pengertian
sebab kau sepak dia terus berulang.
bahakmu menyisakan cerita-cerita kedengaran usang
dan gersang. kemudian kau dekap erat angin malam yang mengitari
dan mendayu rayu seolah tak lama lagi angin itu akan menghamilimu
tak lama berselang, hujan membawa anak-anak panah,
datang menghujatmu tapi kau tersenyum sipu lalu kau bilang,
"Sudahlah, jangan berpura-pura begitu."

segerombolan armada nyamuk juga ikut mengamuk pada lusuhmu.
kau tampar mereka tapi bunyi tamparan itu seperti mengiang pada dirimu,
seperti bumerang yang kau lempar sekuat-kuatnya.
nyamuk-nyamuk itu tidak terluka tapi kenapa kau yang malah menjerit sekuat tenaga.

malam ini kau tak mungkin lelap,
mungkin seperti malam-malam sebelumnya.
malam setelah kau dibawa lari oleh mereka juga mimpi serta asa yang tersisa.
malam ini kau tampak compang-camping seperti compang-campingnya rute
lika-liku hidupmu. juga dalam diam, kau berharap,
petir nanti akan menyambarmu...

Mereka Bilang Puisi Itu Cengeng

semburat birat merambat
pada selasela mereka mulut bicara
tak lagi tahu kemana
jelata ya jelata saja
jangan lekas tuntas
jangan lantas jadi beluntas
ini sajak tak perlu akreditas.

ayolah,
kami bukan segerombol cengeng mentereng dalam jelaga saja
cuma kami perlu kancah bukan kincah
agar tercecah kami punya jiwa
itu agitasi sememangnya basi
pun bicara kami juga kira
tak mengapa,
biar sajalah,
mereka bilang apa,
kami disini saja

lantas lekas gegas kabari kami apa itu pemberani
apa kalian maksud dengan absurd
jelaga kalian katakan saja
jangan petantang lantas meradang
suka tidak suka terserah saja
usah menyerapah
apa mesti kita berhadaphadapan
kemudian teruji siapa yang menang

kami tidak perlu itu kawan
baiklah, kalian yang menang
dalam kecongkakan.

oh ya, hampir terlupa. samurai dahulu
pun menulis Haiku.,

23/02/10

Retno Bilang Cinta

Retno bilang cinta...
pada hening yang berjelaga
dan temaram yang berpendar hikmah

bisikan nyanyian jangkrik terdengar mengalun rintih
pada sepertiga malam
di saat firasat mengarah alur
dalam pemahaman cinta.

Jangan bercinta bila takut akan hujan yang jatuh menderai.
Jangan bicara cinta bila kakikaki enggan melewati ranjau sendu.

Cinta berserah laksana fenomena tak jua mereda
seperti bumi yang membutuhkan pepohon dalam pemaktuban energi.
seperti langit yang membutuhkan lukisan awan dan pelangi setelah turun hujan

Prahara melintas rentas
terkadang menetap ratap
terlampau dalam masa sebenarnya.
menjelajah melewati sempadan seharusnya

Deraiderai embun pada pagi menjelang menjadi suatu petanda.
Belaian sepoi angin mencoba cari celah
dalam pemaksudan makna
menguat eratkan yang sudah ada.

bila cinta berkembang bunga tersiram
mekar tersibak harum semerbak
maka majulah

bila cinta berupa kaktus di padang tandus
takpun terurus lalu tergerus
maka bertahanlah

sebab penafsiran bisa saja salah

bila cinta berubah kelam seperti sepertiga malam
mencabik hingga berjelaga
maka mundurlah

sebab itu bukan sejatinya cinta

Seperti itulah Retno bilang cinta, kirakira...

21/02/10

Penari Ngesot

Woy...
genjang genjot penari ngesot
Woy ay oy...
anekdot alot rakyat melotot
Woy ay oy...
mereka berargot kita berlemot
Woy ay oy...
para pembelot berima ngotot
Woy ay oy...
itu bandot
ini bekicot
itu bangkot
ini bolot
dam dim dum
dim dum dam
dum dam dim
Woy...
kita melotot sampai belotot
Woy ay oy...
haladalah...
itu depot empotempot
tetap saja
lemot

Terbuang Pada Ilalang

anakanak panah berkejaran
jiwajiwa kalah bergeletakan
pada esok yang akan datang
pada lelah telah tinggi menjulang
secarik larik
sebait lirik
pelik tersurat sirat
remuk...

lenyap
senyap
endap
tak juga terserap

kami yang terbuang pada ilalang
pada resah berkepanjangan
terbang tebang mimpi

09/02/10

Minggu Pertama di Semenanjung Malaysia

tubuh ini sudah kaku
belum cukup lama
mungkin dua tiga jam lagi lalu bolehlah
ku ratap itu mesinmesin bertenaga keringat dan darah
tapi majikan tak mau ngerti bahwa ini pukul dua pagi
waktu semenanjung

tiga pagi waktu semenanjung
aku dan mereka tidur sampai ke ujung
belum cukup lama
sebab hujan dan petir roboh itu atap sebagiannya
kami tak tidur apalagi mendengkur
mengkeret pada nafasnafas sahabat sepenanggungan
dan kasutkasut berenang
sebagian menyelam kemana entah
Udin bergetar
Aab gemetar
Ucok berkoar
yang lain bertumplak pada ruang kering yang tersisa
aku marah dan siasia

hujan yang menyerang telah kalah
tapi percuma
jam di tangan Nazri menunjukkan lima tigapuluh
waktu semenanjung
belum cukup lama
majikan datang dan berkata kami harus kerja

tubuh ini masih kaku
belum cukup lama
belum bisa mimpi indah
belum bisa apaapa
mungkin dua tiga jam lagi lalu bolehlah

selusin manusia mencari kasut
selusin manusia pikirannya kusut
selusin manusia bertanya pada hembusan dingin tadi malam
yang masih bersisa;
masihkah aku manusia?

padahal ini baru minggu pertama
di semenanjung Malaysia

08/02/10

Di Tepi Pantai

granitgranit berhampar dampar di tepi pantai
kaparkapar tebar gempar di alur air
aku pada mulut celopar gampar bayu merayu
masih termangu dalam bengu tembakau bakau

kaparkapar masih saja bertebar kibar
itu bakau jangkau kapar ketika dampar modar
aku pada kisah resah desah belasah rasa
masih dungu selayak dulu, tidaklah baru

desirdesir angin dingin pacu aku punya adrenalin
meratap gemeletap kakikaki pembuat hantap
aku pada gerus arus terus memangku beban
masih diri ini sendiri menanti rintih rintik badai

semburat merah binar berpendar melukis pantai
menggubris habis para penikmat hikmat di tepitepinya
aku pada hikmat bersila pada granit bukanlah dedemit
masih menghumban tanya; apa aku sebenarnya?

Perbincangan Terakhir

jangan pergi dulu...
jangan cepatcepat berlalu
hentakkan pantatmu pada kursi itu dan
kita bicara
terbuka
kau dan aku
hanya berdua
tentang kisah kita

di luar hujan masih mengepung
nanti kau basah
lalu sakit
dan ibumu marah mungkin bukan hanya pada kau
atau aku
tapi juga pada hujan
kau tak mau kan?

terbuka saja kau mau apa...
jangan ikuti stagnan sunyi
andromeda saja petir menggelegar
masak kau tak cukup tegar

atau kau ragu akan aku
maka...
jangan salahkan raguku akan kau

Kau Pasti Tahu

kata siapa?
kata dia
kata mereka
tentang aku

lalu dia kata apa? mereka kata apa? tentang aku...
aku binatang
aku jalang
aku terbuang

lalu binatang itu apa? jalang itu bagaimana? terbuang daripada apa?
coba kau ambil cermin di samping
dekatkan padaku
lalu tanya hatimu
bukan dia
bukan mereka
bukan aku
bukan juga para plagiat yang mengatasnamakan persahabatan
palsu

kau pasti tahu

06/02/10

Penikmat Hening

agitasiagitasi mungkin menghambatku
meredam pendar yang mungkin menghampiri
dan kini aku pada gerak anjak tak mau
aku orang memang begini
penikmat hening ataupun mangu

juga tak ku ngerti kenapa ini
menghumban coret pada internet
padahal aku orang suka sendiri menepi diri dari duri
agitasiagitasi sensasi

bukan aku orang menghindar diri tapi aku orang
memang begini

burungburung prenjak anjak kitar itu pepohon
bising berkicau orang tak hirau
ini otak ajak prenjak anjak bertukar
aku meracau orang tak sadar

mungkin aku tidaklah sama, bertahun dulu pastilah
beda

enjak anjak aku dewasa
terhadap hikmat aku wasangka

aku pereguk sepi, penikmat sunyi
dalam hening aku sendiri dan biarlah;
aku orang memang begini

Malam dan Kelam Beserta Angan

bertanya malam pada kelam
apa gerangan angan?
kelam duduk merunduk diam;
kenapa malam menanya rupanya angan?
bukankah angan itu seperti kepulan asap rokok
tertiup angin angan pun hilang

coba tanya pada si perokok, kemana asap yang dia
kepulkan?
apa dia simpan pada anjung jantung atau
diburai surai angin mengabai

maka dimanakah angan?
pada kelam bertanya malam dan diapun diam

Terhadap Hambatan: Kau atau Aku yang Keluar dari Tubuh

Aku kabar ke kau yang kabirkabiran
aku masih disini walau kau kaburkaburkan
bukanlah kabul kau aku kibarkibarkan
pertentangan itu saja kau kobarkobarkan

apa kabar kau abarabar?
kenapa di sini masih benih kau tebar
ayolah! pergilah kau segera keluar
pada tubuhku
pada rapuhku
pada angkuhku
pada gaduhku
pada aku

kau aku ada dua bukan satu
kau penghalang aku punya jalan
kau penghadang aku punya haluan

kita tak sama pasti berbeda
kalau begitu keluarlah dari aku punya tubuh
atau aku yang keluar meninggalkan tubuh

Ode pada Hidup

tik...tik...tik...
gemercik rintik sisa hujan masih terdengar
kraak...
sayupsayup gemeretak hentak ranting pepohon
dan gemeletap langkah kakikaki;
tap...tap...tap...
whussh...desir angin menyisir
udara teramat dingin
tuk...tuk...tuk...
gigiku gemeletuk dengan sendirinya
aku gemetar. gemerencing aneh mulai terdengar
pepohon tua beraneka rupa
aku di hutan sendirian
tanpa teman
tanpa bekal
hanya berjalan
gontai

Perdebatan

kenapa kalian menjadi teroris? tanya dia berapiapi
Itu propaganda anda,
jawabku malas

kenapa tidak ada keadilan untuk wanita? pertanyaan itu pernyataan.
itu opini anda; aku nyatakan

kenapa kalian suka berperang? tanyanya dengan angkuh,
siapa yang mau perang? jawabku serta dahi berkerut,
kami cinta damai

tapi...
tapi apa? Oh...di Iraq, Afganishtan, tanya saja sama Om Bush

di Indonesia...
Oh...kalau itu bisa kau tanya pada cermin

Pribadi Yesus teladan bagi kami. kenapa kalian
membencinya? Dia berdarahdarah untuk menebus
dosa manusia.

tunggutunggu...
siapa bilang aku membenci Yesus?

jadi kenapa...
kenapa apa? coba kalian terangkan padaku
trinitas itu...

lalu dilukiskannyalah segitiga lalu berkata,

disana ada
satu dalam
tiga pribadi
tiga dalam
satu pribadi

seorang lagi...
membuat teh manis
meletakkan teh
lalu gula
lalu air
dan lihat! jadi satu
ujarnya berseriseri

24/01/10

Do You Remember?

do you remember?
when we met. when we loved
when we separated

do you remember?
what we've promised. what we've done
what we've regretted

do you remember?
when the night we wondered;
what to do
where we go
we've just spiced it up the moon
and puzzled up the mind 'till the sun comes up
and then asked;
what the hell we actually do here?

do you remember?
the night we said goodbye
the night we just silenced and just listened
to the beat of our own heart
do you know?
that night is the most irritating night in my worth life

19/01/10

Pena di Sarang Pelamun

berisik bisik ini picik malam redam
biarkan aku berbaring rebah gulana
nanti mungkin ada berapa rupa petanda
ini karena aku teringin sangat
menulis lamun berkelebatkelebat

sudah, aku tulis saja
mungkin urung aku ketika tengah

ini makna lagi tak sama. ini jiwa tak
punya kata. ini gundah biasalah sudah
padahal pena belum bicara.

ini novel menyiksaku...

18/01/10

Kata Orang Hanyalah Kata

sudah terbilang bukanlah mudah
penjuru angin sudahlah biasa
tangis resah hiraukan saja
aku binatang perduli apa

kata orang hanyalah kata
kataku tak lekat kau punya telinga
kata orang biarkan saja
aku hati masihlah sama

petir dan badai pastilah tiba
kalau tak tiba bukan hidup namanya
kalau gelisah akupun iya
aku binatang perduli apa

ini otak masihlah ada
kata orang mesti kau cerna
bukan angkara main hantam saja
aku binatang kau pikir sama

kata orang aku binatang rimba
datang dari negri antah berantah
ini hati tak ada masalah
sebab tuhan tahu aku siapa

bukan kata orang aku tak rela
tapi kau yang percaya begitu saja
tanpa otak tanpa logika
aku binatang kau pikir sama

kalau pisah pisahlah saja
jangan karena kata mereka
itu hati tak bisa paksa
kalau dipaksa apa kata dunia

kalau sayang pastilah ada
takkanlah cukup itu belaka
kalau rindu ku pendam saja
kalau punah hilanglah sudah

04/01/10

Penjara di Tubuhku

dia di sana, beberapa hari yang lalu,
tidak pun jauh dariku

beginilah mungkin ceritanya...
dia datang dengan gerak darah menggelegak
mengelepak pada urat pucat berurat

lalu berjalan.
disusurlah jalanjalan pada arteri
hingga merentas batasbatas tak terentas
masuk ke alveolar terbentuk terali
terali melilit belit pada bilikbilik jantungku
berbentuk seumpama penjara

sebagian ke bawah,
menuju pangkal paha
sebagian lagi ke atas
hingga merotak pada otak

jantungpun terpompa. sesak
ruangan-ruangan di tubuhku tetiba kelam
temaram tanpa sesamar pelita

lalu pahaku mati.
pastilah kaki juga mati.
ia tak beranjak mengikuti hari.

bahuku juga mati.
pastilah tanganku ikut mati.
ia tak bergerak menampar mimpi.

dan isi kepala pun mulai berputarputar
mencari tuju takpun melaju
statis.

lalu berlari,
hanya saja kali ini;
ia lari mengutuk hari.

Rayuan Tanpa Kejelasan (Jangan Percaya) 2

engkau gadis dalam lukisan,
perias hati melantam kesan
terendap nanti terbilang pulang
ini hati berdetak kencang

Oh...surga sang khayangan
terhembus anginmu berputarputar
pada indahnya surga dwi kencana
ku meringkuk. tersiksa mencari kata

Oh...mantra! berikan aku katakata
biar ku dekap dia sahaja.
kan ku hias dia dengan kisah
ku sirami dengan cinta

keluarlah, jangan kau termangu
jantung ini ambil kalau kau mau
dada ini belah kalau kau ragu
dan bila perlu, ambil semua isi tubuhku
kau pasti kan tahu,
di semua itu ada namamu

Rayuan Tanpa Kejelasan (Jangan Percaya) 1

seriak cantik perias grafik. nian ku pandang
berkelok-kelok. selaik kata terdera rasa.
lantas berbisik, "oh, indahnya..."

engkau gadis dalam lukisan
berdegup jantung, terpicu asa
terhasrat niat liat dan pekat.
keluarlah, jangan kau diam.
sayang itu wajah
terkatup bingkai tak pun melerai

aku merana tertusuk-tusuk
meredam buncah meluap-luap
terhadap gadis dalam lukisan,
kan ku panah bintang;
terjatuh,
segera ku hadiahkan

01/01/10

I was in Doubtful

At night and a penetrating chill
In my red blood cell granules
In life I don't understand why likewise
In tomorrow that will be a soft whisper
In my ear or maybe slap me.

I'm still waiting for the dumb routine bias.
I'm still waiting for the storm.

If a paradigm becomes the norm,
We are trapped within the boundaries.
Finish off imagination,
Confined in the name
Of the place and time.

And the dimensions changed.
But the old ones passed
Without my prior review
And forgot to mark the themes

And it will repeat itself becomes
De Ja Vu. Occurs continuously,
Until it locks into the pores and vessels.

It soak into the channel
And burst arteries
Accompany the course
Of the blood evenly
Until I no longer aware of;
the dimensions has changed

The decisions  had I attribute
To the strong pillars of protest.

When the breeze came,
They danced with ridicule.
No matter they are true or not;
Decision is decision.

The wind was very easy.
Then the storm came.

The ropes on the pole began to ravel.
The knots were destroyed
And the pillars were weakened.
My various decisions on the pole,
Fell to the ground littered.
Nestled away.
It turned into a puzzle.

And some slap by the storm
Now, I was in doubtful