berawal dari kasihnya kasih, kemudian pergi
seorang anak; kurus, hitam, tanpa dosa,
disekitarannya orang-orang terkasih
yang mengasih kemudian pergi
terlindung si anak dari angkara murka dunia atau
dari apa yang dikasih oleh orang terkasih yang mengasih
terlindung dari kewajiban dunia
lalu berlindung di bawah ketiak mereka
ah..........
si anak hanyalah anak;
yang menerima semua yang dikasih tanpa harus mengerti
di perjalanan ia gontai sementara waktu tak hendak perduli
orang yang mengasih; satu persatu pun pergi,
sebahagian tak lagi mampu untuk mengasih
dunia pun terbentang luas dihadapan,
cakrawala berkembang membentuk pandangan
semesta bergetar, sang surya terus bersinar
menyambut hari dengan pasti
lama si anak terdiam...
menelaah apa yang telah tertinggal tadi di belakang
harapkan cahaya petunjuk kehidupan,
pemberi ruang dalam kegalauan
hampa berharap dari orang terkasih yang mengasih
dimensi waktu, pembelajaran hidup,
penguasaan eksistensi menghantamnya,
si anak terjerembab dan mengeluh
lalu bangkit dan mengeluh lagi
dimana terkasih ketika ku butuh,
bertanya anak dalam hening di malam sepi
tak terjawab.
putaran roda begitu cepat
menghentakkan si anak dalam kesendirian
mencoba kuat, ia berpegang
pada tiang-tiang sandaran halusinasi tiada henti.
semerta terhoyong ke dalam pusaran ilusi
melewati kisi-kisi mimpi
dewasaku sebuah tragedi !
si anak berkata pada dinding yang tak berkata-kata
apa ini semua? aku tak mengenalnya.
Tak ada yang mengajariku,
tidak juga dari kau!
bahkan tidak dari terkasih yang mengasih,
bertanya anak pada cermin
di pojok kamar sepi, di atas dinding, di dalam mimpi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar